Dadang Darmawan

Pembaharuan konsep di bidang pendidikan merupakan suatu karakter dunia modern. Penekanan dunia yang modern tidak hanya pada aspek ekonomi dan teknologi semata-mata, tetapi juga ditekankan pada pendidikan sebagai sebuah gambaran keseimbangan sosial budaya ekonomi dan teknologi. Pembaharuan konsep pendidikan merupakan hal yang sangat penting yang memiliki kemampuan untuk mencetak agen-agen perubah atau pembaharu (sosial change of agent), selama ini segi kognitif tetap memiliki tempat yang spesial di lingkungan pendidikan, namun demikian diperlukan juga reformulasi konsep untuk menyesuaikan pendidikan pada keadaan yang bersifat global dalam artian bahwa pendidikan nasional bukan merupakan pendidikan yang berkarakter pendidikan yang berlandaskan globalisasi dunia tetapi konsep pendidikan yang masih menekankan pentingnya aspek pendidikan sebagai budaya bangsa.

Kurikulum pendidikan, seharusnya dirancang untuk memberikan pengalaman-pengalaman yang memancing adanya keunggulan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, tanpa perlu menghilangkan sebuah hal yang lebih penting yakni pendidikan yang menojolkan kreativitas dan intelektualitas. Kurikulum kedepan harus bersifat praktis dan sesuai dengan ciri dan karakteristik daerah bersangkutan. Penguatan muatan lokal sangat perlu, sehingga sistem pendidikan nasional Indonesia mampu untuk mencetak siswa ataupun mahasiswa yang mampu untuk menjawab tantangan zaman yang disertai dengan ciri-ciri yang khas antar daerahnya. Dengan kata lain konsep kurikulum menyajikan hal-hal yang praktis dan disesuaikan dengan latar belakang kehidupan yang bervariasi, tujuan hidup yang berbeda, serta daya terhadap pemahaman persoalan yang berbeda pula.

Ada beberapa hal selain hal diatas yang perlu untuk ditindak lanjuti untuk memperkuat konsep pendidikan nasional disamping perbaikan kurikulum dengan berbasis muatan lokal yang berdasarkan karakteristik daerah. Pertama, memperbanyak pembukaan sekolah ketrampilan. Konsep pendidikan semacam ini menuntut bahwa sistem pendidikan diarahkan pada peningkatan kualitas dan bukan kuantitas. Selama ini yang terjadi di Indonesia adalah pendidikan diorientasikan pada kuantitas yakni seberapa banyak sarjana atau lulusan SMU yang dicetak. Kedua bahwa masyarakat kita telah terjebak pada budaya pemakaian gelar dan jabatan akademis. Saringan masuk ke pergurun tinggi bukan berarti dimaksudkan untuk menghilangkan hak azazi seseorang untuk memperoleh pendidikan, namun memberikan sebuah upaya yang baru bahwa orang-orang yang berkesempatan untuk kuliah adalah orang-orang yang memang memiliki kemampuan untuk menyelesaikan studinya dengan baik. Ironisnya yang terjadi selama ini lebih banyak memberikan kesempatan kepada mereka yang mempunyai banyak uang yang mampu membeyar biaya pendidikan yang cukup mahal. Ketiga, melaksanakan Projek Sosial untuk pendidikan, yakni upaya melibatkan peran aktif masyarakat dalam pembangunan pendidikan. Kuncinya adalah masyarakat Indonesia harus berubah menjadi masyarakat aktif (active society). Siapkah masyarakat Indonesia menjadi masyarakat aktif (active society) seperti yang diuraikan oleh Amitai Etzioni (1968). Yakni masyarakat yang memiliki beberapa karakteristik seperti: (i) masyarakat memiliki pengetahuan yang tinggi, (ii) masyarakat memiliki banyak alternatif tujuan hidup, (iii) menyokong fasilitas kekuasaan yang tinggi untuk memperlancar program. Sehingga dengan kata lain masyarakat Indonesia jika ingin menjadi sebuah masyarakat yang aktif dalam segala bidang kehidupannya harus memliki pengetahuan, aktif dalam pengambilan keputusan dan memiliki akses terhadap kekuasaan. Siapkah kita untuk menjadi masyarakat yang aktif untuk memperbaiki konsep pendidikan tersebut? Kalau kita siap, niscaya pengangguran tenaga kerja intelektul kita tidak akan terjadi, dan yang terpenting adalah permasalahan pendidikan yang setiap tahun kita temui dapat kita kurangi.

0 Responses

Posting Komentar